Archive for 2011

Katakan padaku


.

Katakan padaku yang merindu, "disini aku bersemayam dengan rasa-rasa yang tak biasa, dengan kegalauan yang penuh dilema, menunggu kata-kata yang hendak kau lisankan".
Medan, Oktober 2011

Tetap cerita


.

Dan kau tetap menjadi cerita dalam bait-bait kalimat itu. Mungkin sampai jemari tak mampu menari.
Medan, Oktober 2011

Pergi dengan senyuman


.

Ada beribu suka, ada sejuta kenangan dan hanya satu kesedihan menutup semuanya. Aku akan pergi dengan seutas senyum.
Medan, September 2011

Tetap Karib


.

Kita hanya sekedar karib, jalinan empuk dengan tatapan renyah. Dan kini aku tak menderma asa-asa untuk mimpi yang ku ancang sejak lalu. Sejak aku tersenyum awal untukmu.
Medan, September 2011

Itulah; Aku


.

Ada lekukan dalam hubungan kita, aku menimbunnya dengan segala kegalauan. Dan saat ini; dilema. Dan tetap akan menjadi sedimikian rupa senyawa yang dihembuskan-Nya padaku. Sebab itulah aku.
Medan, September 2011

Aku akan ;


.

Dan bersedu sedanlah kasih, disana ada beribu ribu prahara yang memuncak seiring umur memanjat. Dan menjeritlah, karena disana ada berjuta-juta kesal mengantri untuk terlepas dari ikatan. Aku akan menghardikmu dengan kata-kata untuk buatmu tersenyum lirih dan dengan tekat menatap esok.
Medan, September 2011

Aku tak lagi disana


.

Dari balik telaga itu, aku mengembangkan sayap-sayap agar bisa mengajakmu terbang dengan segala peluh-peluh dan menaburkan semua duka-duka biar tak khayal jadi jenaka. Namun, segala imajiner tentangmu redup ditelan masa. Aku tlah tiada di balik telaga itu.
Medan, September 2011

Halilintar asa


.

Dan rintik-rintik membasahi tanah-tanah yang ber-asa, Waduk-waduk penuh, kodok-kodok riang. Namun insan tak pernah riuh karena rasa binasa oleh gelegar halilintar dan itu berkecamuk dikalbu.
Medan, September 2011

Terlalu meng-Analisa


.

Seharusnya, tak ku untai kata-kata manis sebagai penawar dari sepi-sepimu dan aku jadi begini, menahan berkeping-keping perih dari runtuhnya gletser hati. Itupun aku tak kecewa, karena aku mengutuk diri atas semua analisa miring tentang pertalian esok-esok jika terikat.
Medan, September 2011

Rekaman katamu


.

Lantunan kata-kata indah itu kurekam dalam kaset baru dalam pikiran. Kapanpun asa bergejolak, kan kuputar; biar tenang.
Medan, September 2011

Bumerang rasa


.

Sejak dulu sampai sekarang, aku masih mengais rindu dari puing-puing pertemanan. Rindu dan rasa itu bak bumerang, dan aku tak ingin terbunuh.
Medan, September 2011

Rasa dan asa


.

Dan aku kian mudah bercahaya dengan keraguan ketika kau meredup. Dan aku juga menjamur dengan kabut yang tanpa embun. Rasa dan asa akan kekal.
Medan, September 2011

Kau masih saja tertawa


.

Setelah kau ajak aku menikam matahari, apalagi yg kan kau buat besok denganku? Menggelitiki bulan supaya tak benderang? Atau kita menghajar bintang biar tak gemintang? Malamku remuk, jantungku ancang-ancang berhenti dan kau masih saja tertawa. Aku ragu untuk jemu, karena ada barisan riang. Aku malu melarang tawamu, karena aku benar-benar peragu. Kata-kata diamku tak kau dengar, renyah tawamu masih saja berdendang. Dan akupun meleburkan gelengan dngan sandi wajah; kau terbahak.
 Medan, September 2011
 

Masih untuk malam


.

Semua yang akan kukatakan masih teruntuk malam (kekasih setiaku). Adakah sangkaannya tentang melempemnya semangat-semangat ketika rintik-rintik gaduh? Dan aku masih menyanjungnya dengan kata-kata, belum dengan pengorbanan apapun, namun itu tulus.
Medan, September 2011

Tak menjaja hati


.

Semua hal yang tak ingin ku rasa acap kali hingar bingar, mulai dara-dara bermandikan peluh-peluh kumbang sampai kaum hawa penyejuk itu. Aku masih sungkan menjelma lelaki penjaja hati.
Medan, September 2011

Merangkai kata


.

Malam mengusir penghuninya, tapi tak tega menghajarku karena bengal. Dan aku masih sibuk dengan kerangka kata untuknya esok.
Medan, September 2011

Menerjemahkan bisu


.

Aku hanya berani menerjemahkan rasa-asa dengan semua bentuk utuh kebisuan, itu saja. Kekecawaan hanya ada ketika aku berlisan dan seluruh kebahagiaan ada ketika membisu.

Medan, September 2011

Pacaran dengan malam


.

Aku tak lagi bersua dengan fajar, sebab malm lebih memabukkanku dengan tarian-tarian embunnya, dengan dentuman-dentuman sepinya dan semua yg dicemburukan orang tentang malam kelam tak berasa sedikitpun; aku pacaran dengan malam-malamku.
Medan, September 2011

Menurutku


.

Sejak lepas landas, kita tak bersapa. Tapi, selalu bergurau dalam tidur-tidur dipenghujung malam kita. Jauh, tapi dekat dengan segala kemungkinan asa ataupun rasa; kita tercipta untuk satu (menurutku).
Medan, September 2011

Menyelami hari untuk keindahan


.

Seperti itu, akan ku selami hari-hari demi recehan agar menjemputmu dalam sepi di seberang nusa sana kasih. Dan semua tentang ke-Indah-an kuserahkan pada waktu, dan aku mengeten dari celah hati.
Medan, September 2011

Waktu itu hujan


.

Itu hari yang tak biasa, kau dan aku sampai dipenghujung hari. Senyummu tak pudar walau rintik mengguyur kita dan tabuhan gendang menyumbat telinga, dan aku berbicara dengan hati (ntah dirimu) yang sibuk menghitung rintik-rintik (seperti bosan menunggu ungkapan). Aku masih ingin melihatmu tersenyum, dan misteri karib tak melesakkan kita ke jurang pertikaian hati.

Medan, September 2011

Menunggu keindahan


.

Dan tak kulihat lagi jingga-jingga saat ufuk di barat sana, burung-burungpun sibuk bertelur sedangkan rintik-rintik basah menelanjangi daun-daun yang tlah lama di rias debu. Saat itu juga aku masih menunggu; ke-indah-an.

Medan, September 2011

Menanti sampai basah


.

Sampai sekarang, aku masih basah dengan ragu-ragu karena kejebur dalam waduk penantian. Lidahku tak ubah baja, keras dan kaku. Musimpun enggan berubah, hingga penghujung tak dipakai lagi.

Medan, September 2011

Hanya bayangan


.

Kita hanya bayangan, sesak sepi menderma ruang untuk keabadian penantian. Sekelebat tanda-tanda terpenjara dengan ilusi dan mimpi hanya milik mereka.

Medan, September 2011

*Sumut pos 30 Oktober 2011
 
 
 

Berani berlisan; nanti


.

Sesaat setelah melepasmu diladasan pacu itu, aku kembali menabung puing-puing keberanian untuk berlisan sebelum kau kembali ke desa kita (menghampiri kenangan-kenangan), dan aku akan bicara tentang asa, tentang rasa.

Medan, September 2011

Hadir di luangmu


.

Lihatlah, matahari bercokol pada malam-malamku, sesaat lagi kita tiada dan aku masih tak sanggup berlisan tentang itu (tentang asaku yang sejak di kursi kayu itu kurasakan), aku masih hadir diantara waktu-waktu luangmu sampai rintik-rintik basahi tidurku; kau masih hatiku.
Medan, September 2011

Kata angin


.

Lembaran ragu menitipkan pesan untuk berhenti bermain dengan asa, hardikan masa lalu untuk menjadi ajaran sering kali memukul mimpi-mimpi, "tunggulah sesukamu", kata angin.
 Medan, September 2011

Karena gambar


.

jejeran gambar-gambar itu menyempitkan degupan jantungku, sejak dulu sampai sekarang aku akan berkata "rindu itu adalah sebuah keindahan".

Medan, September 2011

Hal indah


.

Dan segala hal tentang ke-(Indah)-an hanya bersemayam tertata pada rona wajahnya saat tersenyum, manis dan sedikit membentur hati sampai jantung berdegup riang sebelum memujanya. Engkau cahaya dalam kepura-puraan memandang sisi pertemanan. Semoga kau merasakan bahasa kalbu dalam bisu.
Medan, September 2011

Aku dan mendung


.

Awan-awan hitam itu meneduhkan, semilir anginnya mendamaikan. Setidaknya hujannya tak membiarkan retak tanah bersemayam. Seperti itulah; asa-ku.

Medan, September 2011

Kalah


.

Dan aku meringis karena sabetan kerikil-kerikil kata dari mereka para pejuang konvensional, lukanya menusuk. Hingga itu aku enggan bercerita lagi.
Medan, September 2011

*Sumut pos 30 Oktober 2011
  

Binasa karena Tak biasa


.

Akhirnya, semua binasa karena tak biasa meng-asa, sampai rasa tenggelam dalam miniatur-miniatur kehidupan.
Medan, September 2011

;Untuk


.

Untuk semua hal, sepi adalah penyayat hati, penyebab luka dan segala kekeliruan duka. Terkadang, ada hal tentang jiwa yang tak terperi sakitnya.
Untuk sebuah mimpi, ajak aku berkelana jauh dalam relung waktumu, ajak aku menyusuri labirin kehidupan setelah ini agar aku membaca gelagat, ajak aku menapaki jejak-jejak akan datang, ajak aku memasuki alam pikirannya. Semua untuk asa yang kecemplung dalam waduk lalu.
Medan, September 2011
 

Saatnya berkata


.

Semua mata, hati dan pikiran kembali pada bayang-bayang semu. Dan saat inilah, lisan akan berkata jujur, tentang semua hal yang tak berdalih, tentang hati yang tlah menepi, tentang asa yang memuncah.
Medan, September 2011

Menunggu luluh


.

Lidah terkadang kaku untuk sebuah lisan yang tak berujung itu. Lebih baik membeku dan menanti panas sampai mencairkannya, lalu aku tak ragu.
Aek kanopan, September 2011

Tak kuat


.

Lalu, Dinding-dinding khayal itu rapuh di terjang angin yang menyisir dari deburan masa.
 Aek kanopan, September 2011

Penikmat hidup


.

kawan, aku tak sanggup melihat ujung kehidupan.
karena aku hanya penikmat hidup.
ajak aku berkenalan dengan waktu.
 Aek kanopan, September 2011

Marah asa


.

Dan ketika khayal tak bersemi karena impi cendrung lari, tinggal asa yang berkecamuk histeris. Namun, problematika acap kali telat menjelma jadi riang.
Medan, September 2010

Hisab (perhitungan)


.

Masih terdiam sepi, karena bulan tak hadir di ufuk. Yang lain ber astronomi dengan campuran hitung-hitungan; berbeda.
Aek kanopan, Agustus 2011

Catatan kisah


.

Seterusnya, kisah kita hanya menjelma sayap-sayap cerita pada catatan saku. Semoga angin bersemilir mendengarnya.
Aek kanopan, Agustus 2011

Melukis hati


.

Akhirnya, warna-warna cerah terlukis dalam jalan kusam yang kulalui seiring detak detik reok. Secercah matahari jingga memufuk keindahan, dan malam enggan serasa siang, seperti ilalang jalang yang bergoyang riang; begitulah kita.
Aek kanopan, Agustus 2011

Begitu dekat


.

Seperti itu, Aku akan selalu merindukan malam-malam kita walau tanpa sepengetahuan bintang dan rembulan, karena mereka akan tersenyum lirih jika aku terus meratap pilu. Dan sekarang, asa kecemplung di waduk rasa itu. rasa dimana aku dan dirimu pada saat ini. Kau begitu dekat, sangat dekat.

Aek kanopan, Agustus 2011

Angan


.

Kita hanya ada pada angan. Tak benar hidup karena atmosfer kecemburuan menyesaki kerlap-kerlip asa.
Aek kanopan, Agustus 2011

Untuk negeri


.

Saat ini juga, aku kembali hidup pada negeri. Tapi, bukan para bedebah. Aku bergeming menikmati mati di negeri sendiri
Aek kanopan, Agustus 2011

Tlah berubah


.

kata mereka, "kau masih seperti dulu". Tapi, waktu memediasi dan berkata lain. Pernyataannya dimuat dalam rubrik kelakuan dalam tabloid tabir dunia. Petikannya, "dia tlah menjadi sekarang, dan itu tlah berubah menurut hari."
Aek kanopan, Agustus 2011

Rona marah


.

Sejatinya, ingin ku untai kata-kata manis menjadi duri yang paling mencekam diri. Bersuara parau di antara kegamangan hidup, menyendiri karena pedati tak cukup memuat hati. Dan karena peniti itu menusuk bak belati penyayat.
Aek kanopan, Agustus 2011

Tarian untukmu


.

Aku ingin menguraikan tarian dengan gemulai untukmu, lalu berfantasi dengan uraian kata-kata dan bernafas dengan lihainya memparadekan kalimat agar hatimu berdansa sendu ; tapi riang.
Inginku terbahak-bahak sampai sadar ada genderang dengan tabuhan terpingkal-pingkal.
Aek kanopan, Agustus 2011

Masih gagal


.

semua tak berhasil merengkuh malam. Kecuali aku dengan sepi menggandeng malam. Tapi, masih saja tak sanggup mengawinkannya dengan pagi, apalagi siang. Aku gagal.

Aek kanopan, Juli 2011

Menangguhkan diri


.

Aku lebih memilih jalan yang berkelok, karena jalan lurus tak pernah jauh.
Dan senja akan mengajarkan tentang terpeleset, terseok, lalu bangkit dengan segala kekuatan sampai mampu membangun dinasti setangguh baja.

Aek kanopan, Juli 2011

Jangan paksa


.

Untuk semua kekeliruan, biarkan aku berjalan bersama hening dan berlari ketika ramai; jangan dikte aku. Keterpaksaan hanya berujung duka bagi kita yang terpaksa.
 Medan, Juli 2011

Izinkan berujar cinta


.

Jejeran kalimat dalam lantunan komentar di Tatap muka itu memaksa untuk menghantarkan senyum duka, karena Jarak semakin menyiksa. Izinkan aku berucap cinta untuk sekali saja.

Medan, Juli 2011

Bermasalah


.

Aku punya kesalahan fatal kawan, "Bermasalah dengan masalah yang semakin salah kalau dipermasalahkan."
Semoga kedipan mata, degupan jantung, hirupan nafas tak punya masalah.

Medan, Juli 2011

Asa kuat


.

Kita tak pernah seindah mawar saat mekar, kenapa kita tak setia seperti siang dengan terang, malam dengan hitam, merah dengan darah, air dengan cair?
Kerikil-kerikil hulu membeton tanpa pasir, itu tak liat. Ajarkan aku menyapu badai tanpa tangis.
Medan, Juli 2011

Ikrarku untuk seorang wanita


.

*Untuk ibu dan gadis itu.

Tangan terlalu berat berlaku kasar pada wanita yg berpasal denganku. Sebab mereka kaum Ibuku, yang dengan meregang nyawa, menahan dahaga, bersimpuh darah menyempurnakanku ke dunia. Jika itu terjadi, Aku menyakiti Ibu.

Medan, Juli 2011

Jurus-an


.

Semua awan semu akan mengahantui segala kekeliruan angin yang berangin ke penjuru arah. Dengan jurus-an berusaha menjadi bayangan yg selalu setia mengikuti jalanmu, senantiasa menemani dan bernaung bersama dalam suasana yang anomali.
Medan, Juli 2011

Masih yang ber kerudung


.

Dan khayalan yang memajemukkan titianku sebagai hamba tak memudarkan rasa cinta yang berpola simetris bersujud alam kepada wanita berbalut kerudung itu.
Medan, Juli 2011

Semua mudah jika ingin.


.

Jika kau ingin, kita bisa saja merubah duri menjadi mawar, kita bisa menyulap banjir menjadi riak kecil yang berarak mengikuti lekuk batu, kita bisa menyulap amarah menjadi senyuman yang memikat hati.
Medan, Juli 2011

Bosan


.

Katakan pada rembulan, "aku sering bertingkah selayaknya matahari saat dia berkuasa". Sampaikan juga, "aku bosan dengan segala rutinitas".
Medan, Juli 2011

Detik mengusil, Aku masih menunggu


.

Untuk waktu, jangan usik aku dengan godaan detik-detik seksimu. Aku masih ingin berkutat pada kesendirian karena wanita solehah itu masih disana, belum menemukan secuil hatiku yang tlah lama menabalkan namanya.
Medan, Juli 2011

Sandi untuk; Gadis Indah


.

Untuk seorang dara di seberang pulau sana, Aku mengagumimu karena celotehan-celotehan riangmu ketika kecil dulu, ketika kita duduk di kursi kayu mengahadap papan hitam. Dan sekarang kau begitu anggun dengan rona solehah. Tapi, kurasa kau tak mengerti sandi rasa.
Seakan, cerita-cerita usang itu tak lebih hanya kotoran-kotoran luka yang bersemayam bersama waktu. Tanpa pamrih menyapaku hingga secara diam menancapkan belati pada satu; gadis indah.
Medan, Juli 2011

Masih dengan tulisan


.

paling tidak, aku masih bisa bercerita lewat tulisan-tulisan, walaupun masih bungkam untuk urusan percintaan. bagiku itu cukup, meski sekelebat cahaya buram menerkam dengan ribuan rintik-rintik kecemasan.
Medan, Juli 2011

Rindu


.

Aku rindu dengan semua yang tak pernah kupunya selama nafasku berhembus, rindu dengan amarah-amarah hidup, rindu dengan gunjingan, rindu dengan segala mara bahaya.
 Medan, Juli 2011

Malam kejam


.

Aku dirajam malam karena merindu pagi yg tak kunjung maju. Sedang kau, asyik selingkuh dengan petang dan rembulan.  Cepatlah surya berarak ke timur. Aku rindu parade burung perias fajar, rindu komposer dapur ibu, rindu sajian bubur itu, rindu masa kecil. Sungguh, Aku dirajam malam hingga mataku bingung memejam. Tega nian.

Medan, Juli 2011

Derita Pagi


.

Tak kusangka malam setega itu, dipaksa memandang embun sedari senja kemarin, sakit tak terperi. Perut sembilit ditekan angin, paruku tersedak menghirup sejuk pagi, sakit tak tertanggungkan. Tanpa dinyanya tersuruk kubangan riuh pasar, dendam menanggung beban pejam. Aku disiksa rembulan malam tadi, kelam merajam, bintang menantang. Kini, nisan tertncap lirih saat pagi.

Medan, 25 Juni 2011

Tak sedih


.

Aku susah menyatakan nasib yang berhambur kacau dengan kesedihan karena; aku periang.
 Medan, Juni 2011

Ntah apa


.

Kau menjelma kupu-kupu hitam di sabana sana. Lekuknya tak seindah pelangi di balik rintik hujan senja tadi.
 Medan, Juni 2011

Hiburan untuk kekasih


.

Jangan menangis kasih, aku akan membawamu melewati dingin ini. kita cari kehangatan di lembah kasih di ujung sana, lewat sebuah imajinasi. kita akan bermimpi seperti dulu, saat kecil bercita.
 Medan, Juni 2011

Kutukan hari


.

Dalam malam aku diam. Ini tak begitu kelam di banding dalam siang Aku malah meriang. Terlalu tega hukuman hari.
Medan, Juni 2011

Khayalan


.

Ketika jemari lembutmu menggenggam lembut telapak tangan kasarku, kita bergandengan menghadap luas daratan, menyebrangi samudra di ujung sana.
Medan, Juni 2011

Dibalik senyum


.

Ada jiwa-jiwa tersakiti dari balik sunggingan senyum itu; bukan karena sedih.
 Medan, Juni 2011
 

Hilang


.

Dan kita semakin tak berjejak. Tembok tinggi membatas, menelan bayang, memenjarakan mimpi.
Medan, Juni 2011

Tak berubah


.

Aku tetap kesepian selama malam masih menjelma kelam, selama angin masih bersemilir dingin, siang memancarkan panas.
 Medan, Juni 2011

Sifat cinta


.

Terkadang, cinta membutakan mata, membisukan mulut, menghentikan pernafasan, mengkelukan lidah, memekakkan telinga. hanya saja, cinta selalu menghadirkan Suka yang abadi ketika kita benar-benar jatuh cinta.
 Medan, Juni 2011

Senyum malam


.

Berbagi senyumlah kawan, aku ingin menjadi mentari pada malam. Lihatlah, malam murung di terpa embun, malam tersedu ditinggal bintang tanpa pamit, malam pincang di jegal bulan. Bagaimana kita?
 Medan, Juni 2011

Hujan Senja Awal Juni di Medan


.

- Di jalanan

Basah tapi gerah, saat itu juga adzan berkumandang; mengundang orang. Payung-Payung berkejaran, sepasang mata sayu berteduh di bawah atap, sesekali menyeruput teh panas.

Matahari di usir kelabu sebelum waktu. Lampu lalu lintas tak kejam lagi, di ejek supir. Abang becak mengaduh sesal pada malam, "anakku alamat tak makan".

Ada apa Medan senja ini? Hujan di campur peluh gerah. Penjaja es murung, bulan berpayung awan, bintang enggan gemintang, asongan rokok perempatan jalan gulung tikar, pengemis nangis.

- Di Balai kota dan Gedung Dewan

Walikota marah, jalan tergenang, ranting-ranting patah, pejabat balai kota deg-degan, kontraktor terbahak-bahak, "Besok dapat proyek lagi".

Anggota dewan gagal pulang, "Dapilku kebanjiran". Besok siapkan berkas ikut tender. Staf khusus dikejar burung, rumah pohonnya digerus abrasi. Medan kacau di senja awal juni.

Medan, Juni 2011
faisal fariz

Kelahiran titipan, Kematian ketetapan


.

Dan Aku sendiri dengan luka-luka kecaman, dengan sahaja yg menekuk pikiran. Mungkin, esok masih saja berjalan membawa berkas luka itu. Padahal, kemarin slalu tertawa bangga karena kelahiran adalah hal terindah utk menghancurkan dunia. Tapi sekarang, dengan tangis mencoba merekontruksi semua kehancuran. Naif untuk semua khayal, keputusan untuk terlahir kedunia terlalu arogan tanpa tawar. Tapi, Aku yakin masalah adalah vitamin. Semua kehancuran adalah protein. Bak musim, Aku inkonsisten dengan peradaban, karena semua itu adalah titipan.
Medan, Juni 2011

*Sumut pos 30 oktober 2011


Mendekati Mati; Karena Illahi


.

Untuk sebuah masa, Aku bersedekap penuh doa; karena Illahi.
Untuk takdir, Aku mengadu nasib penuh ikhtiar; karena Illahi.
Untuk hidup, Aku mnjaja bakat; krena Illahi.
Untuk bangun, Aku harus tidur; karena Illahi.
Untuk azal, Aku berbekal amal; karena Illahi.
Lalu, seiring bulan benderang, bintang gemintang pada malam. Aku masih bersimpuh pada-Nya, memohon ridho dan ampunan-Nya.
Karena smua adalah ciptaan-Nya.
Walau hina, nista dan tercela, Aku masih berharap ada keabadian ketika kafan membalut, ketika tandu keranda, ketika nisan untuk kenang,
ketika amalan terputus kecuali tiga, dan ketika mereka bermunazat untukku. Aku mendatangi azal.
 Medan, Juni 2011

masih kotor


.

Aku masih bersahutan dengan diam, karena paraunya hidup tak tergenggam. Jangan sentuh aku dengan posesif. Aku belum mampu mengangkangi amal; masih kotor.
Medan, Juni 2011

Pacarku; MALAM


.

ternyata malam berisyarat lembut. bercerita lewat kelam, sesekali dengan embunnya mengelus lembut. aku hanyut dengan buaian malam.
Medan, Juni 2011

Waktu


.

Beginilah waktu. Terlalu cepat ketika kita tak inginkan kehadirannya. Tapi, terlalu lama ketika kita menginginkannya. Ada apa dengan waktu?
Terlalu arogan untuk sebuah kadar. Sebuah saat yang tak bersiasat. Padahal metamorfosis juga butuh tahap. Tapi, waktu tidak.
 Medan, Juni 2011

Melepas Mati Muda


.

Semua keinginanku untuk MATI MUDA harus di simpan dulu. Sekarang Aku berusaha mengubah Indonesia dengan tulisan, dengan visual dan apapun itu.
Karena Aku bukan "PECUN-DANG", meninggalkan masalah dengan masalah. Aku masih ingin berjalan di bawah terik, mengais tumpukan sampah lalu menulisnya dengan tatapan lapar. Dari sisa-sisa rezeki, Kubangun pondasi penerus bangsa, biar tak rapuh dimakan rayap-rayap korupsi. Tulisan-tulisan adalah mimpi dan citaku.
Medan, Mei 2011

Testimoni hari


.

Testimoni pagi : 
Aku terkubur luka kemarin. Masih membekas, tetes lilin yg kau curahkan sore itu.
Testimoni siang : 
sampai-sampai, peluh pun kau santap sebagai penawar anomali cuaca; guntur terbahak-bahak sampai meludah hujan.

Medan, Mei 2011
 

Karena sepi


.

untuk semua kekeliruan hati, ajak aku berdansa dengan alunan gemercik embun karena di angkasa bulan tlah memeluk bintang hingga terang, patahkan ranting-ranting kelam biar tak berbuah masalah bagi para peneduh. Ilalang ikut bergoyang karena dentuman binatang-binatang malam bersahutan.
Medan, Mei 2011

Tak ingin jadi Musim


.

Izinkan untuk tak menjadi musim, karena Aku bukanlah hujan atau kemarau. Bergeming tetap satu, akan menjelma rupa-rupa riang. Kenyang duka karena isakan tak semestinya berlanjut putus asa (tetap tak menjadi musim). "Rangkulan karib", sapamu. Padahal ber asa lebih. Namun, Aku selalu dahaga sapamu karib. Lepas nanti, dekapan akan menari lembut dengan jemari jika Aku tak menjadi musim. Aku masih tak ingin menjadi musim. Janjikan ruang di relungmu karib, genggam erat tanganku (menyimas ilalang utk jalinan) kita di lorong waktu.
Medan, 13 Mei 2011

Kehilangan Semangat


.

Mentari dikubur malam, nisannya tetap kelam. Tlah cukup bukti, semangat terkulai lunglai. Siapa malaikat pencabut semangat itu? Mungkin beribu aksara tlah kujodohkan untuk membiakkan jadi kata-kata. Tapi, bibir membiru sampai menggelatuk. Ada dimana lidahku? Mimpi-mimpi itu buyar tak dibayar. Kisah-kisah dihapus hujan semalam. Semangat minggat, tak ada karib lagi. 

Medan, 10 Mei 2011

Mati Muda II


.

Apa yg kalian tau tentang MATI MUDA?
Lebih dari itu, MATI MUDA membantu kita untuk tidak menambah beban dosa pribadi dan orang lain. Walaupun amalan tak berjejak.
Meski kita tak pernah tau kapan itu terjadi, setidaknya surat lamaran untuk MATI MUDA sudah dahulu ku kirimkan.
Tuhan maha adil dan bijaksana. Manajemen-Nya yg terbaik.
Medan, 9 Mei 2011

Bangun siang hari


.

Berulang kali, aku tak sanggup melihat pagi. Akupun larut dengan kesendirian, terseduh panas hati dalam cangkir kenistaan sepi. Salah mengguraukan sedih, malah hanyut di kerongkongan.
Medan, 8 Mei 2011

Mati Muda I


.

Berusaha untuk mati muda, sebab semakin lama hidup tak dapat mengefesiensikan ajal, amal dan dosa. Mulai melengkapi hari dengan aneka ibadah. Dari kegagalan, Aku benar ingin mati muda. Bukan frustasi. Ini legislasi dari semua data-data keberuntungan dan efek dari pesakitan sanjungan. Beranikah jika kita di verifikasi amalannya sebelum Izrail menarik rupa-rupa nafas dan asa-asa kebahagiaan? Kita tak berdosa (asumsi pribadi).Lalu, Aku menjadi phobia tua. Mati muda mendoktrinku untuk segera menghabiskan umur. Tapi bukan dengan cara menyakiti diri sendiri. Inkonsistensi dengan cita-cita waktu Aku kecil dulu. Sebab, sekarang semua tlah berubah seiring musim yg anomali. Cita-cita itu, "MATI MUDA". Berubahlah semua bayang semu. Aku mencoba hilang sbelum aku merasakan sakitnya kehilangan, karena aku peka akan frustasi. Lantaran trus bergeming untuk mati muda, Aku lupa kalau "Aku benar-benar sudah mati muda". Tapi, ini urusan perspektif. Aku sosialisme bukan kapitalis. Mati muda adalah sebuah fenomena & ketepatan putusan Tuhan. Bukan keegoisan malaikat izrail selaku juru sita nyawa & itu tetap hak preogratif Tuhan.

Medan, 7 Mei 2011

Cuma satu


.

Dan sebuah anonim tidak surut di muara kalimat, karena aku satu bukan dua seperti sinonim. Tetapi ombak menghantamku menjadi antonim.  Kita standarisasi dari kelengkapan ciptaan, tak memoleskan modifikasi (bertahan karena titah-Nya). Dan, kita akan memesona dengan koreographi.
Medan, 7 April 2011

GALAU


.

Berteman dengan bintang, bulan dan angin dingin, selalu tak terpisahkan dengan Galau. Bersahaja dengan lika-liku jalanan, menyelami labirin masa lalu, menari dengan mimpi-mimpi, menadakan masalah. Memparodikan tikaman kata, didikte ketidakpastian karakter-karakter ilmu. Ajak Aku berlayar dilorong waktu biar mengulang salah. Memutihkan hitam-hitam, memerahkan darah biar merekah. Doktrin aku dengan kejahatan, agar amal selalu membenak. Sekarang malam atau pagi? (Jingga terus mengintip lewat celah ditimur sana). Menduga-duga lubang di trotoar, menjejal kertas buram bekas lembar jawaban, "biar pintar". Sesekali terseok gundah. Ada kata malam, "kami tetap kelam".
Medan, 29 April 2011

SEPASANG MATA dan MALAM


.

Sepasang mata bekelana, padahal malam tlah habis. Katanya, malam punya taman, siang punya bising. Sepasang mata tamasya malam, dipandu redup terang. Kupu-kupu biangnya (indahnya berladang pada bara). Sepasang mata berjalan malam, menyusuri trotoar hitam putih. Bilangnya, "ini cara melukis bayangan". Sepasang mata mengepul asap, berjejer tegak sesekali melambai tangan sambil mengobral. Tega nian kata jalang.Sepasang mata enggan terbenam saat malam.

Medan, 26 April 2011

Fleksibel


.

Aku bisa berupa kaca yg berubah beling penyayat, Aku juga bisa berupa hujan yg berubah jadi bah, Aku juga bisa berupa angin yg semakin dingin, Aku juga bisa berupa surya yg menghangatkan, Aku juga bisa berupa batu yg membatasi, Aku juga bisa berupa atap.
Ketahuilah, Aku bukan malaikat.

Medan, 23 April 2011

Cemberut


.

Aku dipaksa menyungging pelupuk bibir saat duka, disuguhin kelakar-kelakar ringan masih tetap menopang dagu, melipat tangan, mengerut dahi.
Medan, 22 April 2011

Lalu, apa itu hari?


.

Akhirnya berubah menjadi malapetaka pada siang, pada tandus sepi di taman bara, Kau menjelma ufuk-ufuk jingga dibarat sana, mengharap orang mengabadikan serongmu.
Mendinginkan angin, menenggelamkan terang, menceraikan geliat-geliat raga agar tenang menikmati perantauanmu. Sebaliknya malam, Kau menyelimuti surya biar tak bias, biar kau dipuja insan (menyuap dengan rupa-rupa taman langit). Padahal awak bumi menunggu pagi. Kami ingin merangkum terang dan menikmati malam.
Lalu, apa itu hari?

Medan, 20 April 2011

Bait-bait cerita


.

Ketahuilah, Aku selalu bercerita dengan aksara kata, lalu kujabarkan sebagai kalimat, apapun itu. Walau riang, semua kujelma menjadi bait tak berkelit. Untukmu, untuknya, untuk semua yang mengeja.
Terus menerus, saat fajar, saat siang, saat senja, saat kelam. Tak muncul, aku hanya singgah melepas penat. Kan hilang, "sampai aku tak mengikuti waktu."

Medan, 17 april 2011

Kasih, Aku tlah tiada


.

Maaf kasih, aku ditikam penawar hingga terlelap dalam taburan bunga-bunga anggrek ditaman itu. Untung saja kau tak terhanyut pada galian diujung sana, tempat kita menanam rasa (Kau merangkulku lalu tersenyum memandangi rumput-rumput liar menari kegirangan).
Elok mata menyahut siul pada telaga itu, tapi aku tetap terlelap karena penawar duka.
Kasih, jemarimu lembut mengelus sisa-sisa suka kita. Kau masih saja bersenandung riang meski isak membahana dari relungmu, senyummu semerbak kembang meski kelopak membendung; Aku tlah tiada .

Kasih, Aku menantimu di padang masyar, kelak kita menyahut-Nya. Bawa penawar-penawar itu.

Medan, 16 april 2011


*Sumut pos 30 oktober 2011
 
 
 
 
 

Letih


.

Merasakan angin yg menjadi dingin. Malam yg semakin kelam. Ngantuk yg terantuk-antuk. Hati kian sepi. Ajak aku menjelajah pagi. Hadang aku kantuk. Lelah menari pedih, aku enggan berdansa sisa lusa. Retak hati menjadi-jadi, ajari aku riang biar tak berang.
 Medan, 5 April 2011

Sendiri di pantai


.

terus bertahan pada panas, padahal dingin menunggu disenja kelak. menyeruak angin, hingga sepoinya menyemir semilir angin. hingga sendiri bertahan, padahal butiran pasir abrasi dihantam ganasnya ombak.
aku tak kejam menahan gelisah, tapi anggun ketika tunggal menghantam badai kesendirian. hingga senyum menyungging dibalik lekuk bibir penjaja kata.

Medan, 29 Maret 2011

Harap cemas


.

Kini, asa berkelebat hebat memandang tepat pada halte perjalanan sepi. Sangkaan berbuah manis, kehendak mengecap pahit. Segera menepi bidadari, sambutku riang dengan harap cemas. Lalu, disini kata terangkai indah untukmu berwajah indah. Ntah nanti, sesaat mendarat. Lisan kadang tak bijak memandang peri. Harap cemas terus mendemonstrasi benak. Dimana rangkaian jejak penyair jalanan yang selalu berkolosal dalam jejaring?

Biar harap cemas berkemas barang semalam.

Medan, 25 Maret 2011

salah dan belajar


.

kembali bersimpati pada lalu, memory langkah mengajarkan guna untuk esok, mengalihkan lubang yang menganga waktu itu biar ditimbun sesal. Agar tak binasa saat awal, dibekali bijak sejak dini. karena pepatah bilang, "hanya keledai bodohlah yang memasuki lobang yang sama sampai dua kali." Dulu ibu bernarasi pada episode didikan orang tua, "alami gagal lalu senantiasa bernaung sampai khayat."
kita alam, lalu alami, terus mengalami, berikut pengalaman biar mengamalkan.
medan, 18 maret 2011

Dalam diam


.

dan dalam diam aku mulai berdecak kagum pada senyum, lalu mengembang jadi tawa sampai binasa, tergeletak dilatar hitam seberang batas jalan yang berang karena bising knalpot belah hantu jalanan.

pada diam aku juga bisa berang ke sembarang orang, murka dengan segala macam bahaya, menggertak dengan mata, mencibir dengan bibir, mendengkur dengan hidung.

Medan, 17 maret 2011

Impi manusia dan evolusinya


.

aku ingin kembali menjadi tanah, lalu disulap saripati biar disimpan ditempat kokoh sebelum jadi haima. mengepal di rangkain sebelum dibungkus otot lalu sempurna setelah ditiupkan jiwa.

aku hendak merevolusi malam agar tetap diliput bulan dan digemari bintang biar lelah tak membiakkan sakit.
terus berencana, padahal terjadi jika Dia berkehendak.

medan, 17 maret 2011

Adzan Maghrib


.

Senja muncul lalu bersahutan lewat pengeras di puncak menara sana, bedug mengawalinya. Menggiring bocah bocah. Muda mudi kemana?

Medan, Maret 2011

PDKT


.

Sampai sekarang, aku baru menyentuh permukaan hatimu.

Medan, Maret 2011

Tak selalu kekal


.

Kita tak pernah seindah mawar saat mekar, kenapa kita tak setia seperti siang dengan terang, malam dengan hitam, merah dengan darah, air dengan cair?
Kerikil-kerikil hulu membeton tanpa pasir, itu tak liat. Ajarkan aku menyapu badai tanpa tangis.
Aekkanopan, Maret 2011

Tak berhasil temani malam.


.

Faisal Fariz :  
Kawan, ikut Aku diskusi dengan malam. Dia menyuguhkan cerita-cerita usang, Dia mendongengkan siang, Dia juga menarik surya.

Kawan, malam tak mencekam. Dia pamer bintang, Dia tak jalang, Dia juga petualang.

Kawan, Kita dipapah malam.
Dia menyapa lewat bulan, Dia bersihkan oksigen, Dia juga penyejuk badan.

Kawan, malam kesepian.
Kantuk menarik pelupuk, kasur bersolek empuk, selimut melawan sejuk.

Kawan, temani malam.

Aku adalah


.

Aku bukan segelintir dari penghias malam,
Aku juga bukan penyerah cahaya siang.
Aku hanya properti dari koreographi panggung kehidupan.
 
Aekkanopan, Maret 2011

Tanya siapa


.

Bukan sesiapa, Aku dusta kala itu. Tentang blantika cinta, sekedar bahasa sayang (padahal berang) kemudian diserang dan tumbang.
Aku siapa?
Kemarin berkhayal mengucap cinta, padahal di imla. Lambat menggertak rasa, lalu diteror suka. Seterusnya dipapah duka. Mustahil ada asa, tanpa doa. Dan kita semua bukan sesiapa.
 Aekkanopan, februari 2011

Belum jelas


.

Dan kita tak menjadi berang dihadang palang. Tapi itu tak menjadi senyum, malah binasakan mata. Pangling, kita bukan bedebah masa, tapi pesulap rasa. Kita jauh mendaki, tapi dipusaran kaki. Kita tak berani menanjak, malah bershymponi sambil perosotan dikali lalu kecemplung dan bersiap dicaci. Terus siuman, "ada dimana kita?"

Aek kanopan, february 2011

Panas siang


.

Apa kabar siang?
Kau tak selembut lalu, sekarang kau menerkam dengan sengatan senjatamu (matahari). Anak kecil sunyi berlarian diberanda, atap berasap uap. Petua tangga berpeluh hendak menjaringmu. 
 Aekkanopan, februari 2011

Galau


.

Selanjutnya, ada malam yg menderma keromantisan dan ada juga siang yg menyumbang kepasifan. Ujungnya, teriak lalu menghujat Tuhan karena cinta tak berjalan adanya.
 Aekkanopan, februari 2011

Tanda malam


.

Saat ini,
ada bulan, ada bintang, awan hitam, suara menggema, terus kelam, lalu kalong terbang. Di kamar, semua pejam.
Aek kanopan, februari 2011

Siang gerah


.

Siang ini tak selembut kemarin. Ketika kita bersila di rerumputan lalu tertutup ilalang jalang. Aku masih sangar, dan siang berubah macan hari.
 Aekkanopan, februari 2011

Cupang


.

Tubuhmu penuh lebam merah bekas meriam lembut yg disasarkan tepat di leher jenjangmu. Saat itu juga kau tersipu.

Aek kanopan, 20 februari 2011

Kau kekasih?


.

Sebelumnya, aku meraih suka lewat senyummu yg lepas ketika angin sepoi siang menggoyang ilalang. Tapi, itu tak seterusnya. Belakangan kau muram krena lekuk bumi tak datar, angin murka jadi topan. Aku ilusi lagi. Kau kulirik dari jendela malam, mengintip lewat celah jejaring, menerawang lewat kabel. Kau tersenyum bukan untukku. Apa kau kekasih? Senyummu masih menyungging.

Aek kanopan, February 2011

Absen di pagi


.

Ingin bertemu pagi, berjalan terus di trotoar-trotoar kelam. Saat fajar terbit, aku tenggelam. Terima kasih kantuk, tak temukan aku. Sial untuk siang, panasmu menyengat. Tapi, anginmu indah. Membuat tarian ilalang disabana sana.

Aek Kanopan, Februari 2011

Mimpilah


.

Mulai, ikutin suaramu agar dalam. Biar lembut dibelai malam, senang karena menang, riang bukan berang.
Ayo, hentakkan ide. Membaca bintang, memeluk angin, menghitung sinar.
Angankan memanjat langit.


Aek kanopan, 8 februari 2011

Retorika cinta


.

Aku menyanjungmu lembut, menyapamu halus, membisikimu dengan ceritacerita esok, bukan lalu. Yang penting, aku terus berkhayal. Mungkin sampai kau tau, aku memendam segelintir asa agar kau menjadi belahan jiwa.

sri bilah utama, 29 januari 2011

Bunuh diri


.

Sampai dini hari, mata melotot. Fisik semakin dekat kematian. Lalu, saat fajar nanti aku melatih raga agar sehat. Padahal itu melatih rapuh. Reboisasi raga tak rutin, meradang ke jiwa. Pusing menetap dalam kegiatan. Apa jadinya aku? Menusuk belati di dada atau minum racun serangga itu lebih baik.

Aek kanopan, 30 januari 2011

Puisi Cinta


.

lalu, aku menjulukimu kekasih hayal. Karena nyata tak mampu menyapa rasa, terbenam indah. lalu kita menggenggam ribuan perasaan. Lalu bungkam dengan tatapan sayang diantara rintik masalah. setelah hari itu, aku tak menemukan senyummu. Kau menoleh sangar karena paksaan juragan.

aek kanopan, 30 januari 2011

Tanda


.

Membisukan rasa, itu pilihan keadaan. Sedangkan kau lebih bisu ketika aku menyandikan rasa yg kubisukan. Kau anggap Aku biasa? Aku tak biasa. Biasanya Aku biasa-biasa saja agar kau terbiasa. Kapan Kau tau? Sedang Aku berkutat pada segan, takut, malu dan kau tak pernah tau. Jika kau tau, jangan empati. Sampai sekarang Aku tak tersapa. Memohon pada malam, ini mercusuar rasa agar berkedip didepan matanya.

Aek kanopan, 31 januari 2011

Malam


.

Biasanya, aku dijuluki "penari malam". Tp, sekarang memanggil malam untuk menari di dalam hitam.

Aek kanopan, 2 february 2011

Maklumat diri


.

Saat ini juga, aku kembali hidup pada negeri. Tapi, bukan para bedebah. Aku bergeming menikmati mati di negeri sendiri

Aek kanopan, 4 februari 2011

Hanya mimpi


.

Malam tadi, kita sumringah, berdua, menyanjung akrab dalam lingkaran hati. Saat itu aku tertegun.
Bahkan, sampai tenggelamnya senja di kiblat sana, aku masih terngiang. Kau indah dibalik nama anggunmu. Berulang kali dimaya kusebut itu.
Lembut panggilan sayang malam tadi. Tapi, ketika jemari lembut menggenggam, sesaat itu juga aku terjaga.
Lalu, aku menjulukimu "Kekasih khayal". Karena nyata tak mampu menyapa rasa.

Medan, 28 Januari 2011

Rapat kecil


.

Menguras polemik, mendikte agenda semu, berargumen pasif berkitab anggaran dasar, tak setuju teriak mati.
Interupsi, tak diterima banting kaki kena maki. Ini pergerakan dalam idealisme hakiki. Menjunjung mahasiswa peduli negeri. Tapak korupsi dibekali nanti. Revolusi ato mati?

Aku geli terkadang keki. Dimana intelektual kami, ketika uang jadi sarapan pagi? Aya pulang ke alam idealis, wahai mahasiswa.
Matahari mulai redup, malam segera hadir. Sudahi semua argumen kita, sumpah serapah menanti dari balik beling gelas diberanda sana.

Medan, 27 Januari 2011

 

Asal murka


.

dimana perasaan?
kata-katamu menggertak jiwa, menyontak otak, memijak pitak, lalu duduk bersila mendoa salah.

Medan, 27 Januari 2011

Untuk kekasih


.

aku melukis wajahmu dari kuas dengan cat perasaan, di kanvas penantian, menuangkan imajinasi asa.
menawar suka, mengeten muka dari celah monitor sampai tembus ke akun pribadimu di situs jejaring itu. Aku pun terlena.
lalu bergumam, "apakah kau begitu?". berharap sebaliknya.


Medan, 26 Januari 2011

Gejala III


.

Lekuk cangkir ditabur pekat diseduh panas lalu hitam dalam volume bening. Kelam malam baju hitam.
Hirup lalu sedot. Membaur pemulung waktu dengan pengusaha kata. Rata biar ditata elok, karena malam indah dengan kelam.
Ketika bertemu bintang, Aku tetap menggenggam sang pekat. Karena ia menawan dengan manisnya, memupuk ide biar tambah subur.

Medan, 26 Januari 2011

Gejala II


.

Kini hanya bisa meringkas jalanan lalu, mengumpat, balik berkelana, menggelinding guli-guli rasa.
Lalu menelaah ribuan kata terucap, mengarti jutaan arti dari arti kata, kembali berhenti ketika mereka berjalan kencang.
Ketika mereka berhenti, balik jalan tapi nyendat karena lebam ditonjok malam. Telat, tetap lambat. Sampai kapan menyambut pagi?
Biar esok, aku berhenti. Sebab, kata malam, "Aku tilam". Kata pagi, "Aku rugi". Kata siang, "Aku belang". Kata sore, "Aku kere".
Mulai tak mengerti apa kata mereka yang lain. Alergi suaraku?

Medan, 25 Januari 2011.

Gejala


.

Malam kayak pagi, pagi kayak siang, siang kayak sore, sore kayak malam. Lalu, aku seperti apa?
Terus, aku lurus. Bersahaja pada lekuk daun pucuk perkara. Berteriak, aku akan baik dari buruk kemarin.
Diam, aku buntu. Memetik gundah padahal illahi marah karena nista mengubur suka.
Nangis, aku mundur. Ilalang-ilalang usang tertawa menetas mata dengan darah lalu luka.
Senyum, aku selesai. Teriak lepas diujung gundukan. Terus nisan menancap kaku. Ini akhir gejala.

Medan, 25 Januari 2011

Aku tetap aku


.

Aku bukan malam yang mengganggu kelam, Aku bukan pagi yang mentertawakan pesugihan, Aku bukan siang yang mensialkan periang, Aku bukan sore yang meneriaki hore.

Namun, aku tetap aku, bukan seperti yang di atas.

Medan, 23 Januari 2011

Maghrib


.

Menepi sunyi sejak bercokolnya surya diperaduan sampai tenggelam dibarat sebagai kiblat sujudku.
Embun pun menyusul dingin, nur jingga hadir di senja, adzan siap menggema menyusul bahana bedug.

Medan, 21 Januari 2011.

Cerita malam dan kopi


.

lembut, seperti belaian malam dengan sepoinya hembusan dingin.
mendekap bulan, memangku bintang, menyium kenikmatan.
tanpa gontai, berjalan lurus menyusuri kenangan hari bersama lekuk cangkir bervolume pekat bukan malam saat malam.

ini bukan cerita esok untuk kesendirian. menggali sumur kehidupan.

Medan, 12 januari 2011

Dialog mata


.

Aku tlah bertopang dagu di jajaran meja ini semenjak lalu. Namun, prahara terabai karena matamu tak berkedip menatap kosong, mengawinkan lima pasang jari, lalu memerahkan rona.

Hingga tumpukan gelas kotor disapu buih, kau masih begitu.


Medan, 11 januari 2011

Politik hari


.

Izinkan aku memprovokasi malam untuk riang lalu menginterpensi pagi agar telat datang, selanjutnya meneduh hujan agar hangat dan menjewer matahari agar bintang memantulkan cahaya.

Medan, 10 januari 2011

Jenuh Penjaja Hari


.

Sesungguhnya, aku ingin berhenti melayani malam dan menjemput pagi lalu mengantarnya ke petang berikut menggeser kelabu agar bintang benderang kala malam.
Namun, pagelaran gejolak alam berniaga di gelora memamerkan laba suka Sampai sekarang.

Aek kanopan, 1 januari 2011

Kecewa


.

untuk kalian yang mengaku intelektual dan mampu bertindak maksimal untuk pergerakan, ini aku serahkan semua jabatan untuk tangga menuju saku tua di gedung megah sana. Aku hanya kacung jalanan dari kampung usang di lintas batas kiri yang mengadu nasib di peta kalian pemudapemudi yang mengaku intelektual.

 

Medan, 18 desember 2010