Archive for 01/11/10 - 01/12/10

Mengintai Sosok


.

Menggelayut lalu hanyut dalam metafora rasa. Tertegun sosok idealis yang bersemayam lembut dalam kalbu. Aku tetap memanjat agar lebih luas mengintai kepribadianmu. Tapi cahaya menyilaukan rangsangan syaraf. Terlihat putih ketika itu sampai sekarang, ntah esok dan lusa karena aku tak menerkanerka.

Sri bilah utama, 22 November 2010

Senja di St. Membang muda


.

Karena semalaman aku bercengkrama dengan kebisuan, sesaat itu kita bertemu. Hempasan daun pintu pun tak terelakkan di samping dipan rumahmu. Aku kau suguhkan kopi sachset lalu teronggok melawan sepi.
Esoknya, semenjak sadar dalam kegalauan malam, aku tak menemukan sepenggal katakatamu dibalik s...elular ini. Hingga terburai ilalang layu di jeruji papan.

Lalu berbahasa santun dengan tarian jemari, aku menghantarkan luka santun dari balasan surat elektronikmu.
Sesaat aku di stasiun kereta membang muda senja ini.

Aek kanopan - St. Membang Muda, 22 November 2010

Mantra untukmu


.

Kan ku bacakan mantramantra dan menabur dupa dipanggangan bara agar kau senang malam ini. Lalu kupanjatkan doadoa biar kau kekal di alam sana. Berjibaku dengan dingin. Lalu guyonan katakata kemarin kau masukkan dalam peti ingatan, dan kau bungkus dengan ariari yg enggan tersayat belati.

Aek kanopan, November 2010

*Sumut pos 30 oktober 2011

 

 

Aku dan Mimpi


.

Menyeruput amarah fajar, lalu terhibur gurauan badan. Aku ternyenyak dongeng yang kau bacakan sebelum tidur, dengan gurau, senyum, cengkok merdumu lalu aku tertidur dan mimpi bersamamu mengayuh sampan dilaut asmara. Kita mendikte alam perasaan lalu memandikannya dengan bunga asa, membelai kasur agar empuk... selamanya mengalasi mimpi. Terjaga tidurku ketika embun menghujani maya, bangun lalu melanjuti mimpi-mimpi yang masih denganmu. Basah dengan adonan asa yang tak masak menjadi rasa. Namun tetap saja malam menghadiahiku mimpi itu. Lalu, kau bersahaja di seberang nusa sana saat aku meneriakimu lewat selular itu. Sebenarnya ingin kukatakan saat itu tentang gulana dan mimpi yang menyerangku belakangan, lalu karena agresi asmara itu aku tertembak peluru cinta. Aku masih ternyenyak ketika kita tetap dekat sebagaimana karib.

Medan, November 2010

Wajah wanita


.

kau membingkai luka dengan kereta usang dan memercikkan air ke raut wajah lalu bersujud dihadapan-Nya. dan aku kagum. itu saja tentangmu, tak lebih.

Medan, November 2010

Rotasi duka


.

Ketika itu, kau menjenguk kesendirian lalu menetap dengan jengah sampai prestasi tak menoleh sapaan halus kita. Ini dogma dari keseragaman peradilan alam, enggan bermediasi waktu, detik jam marathon sampai lelah mengitari angka, berhenti saat status quo. Genting tak beraturan mengantri diloket peradaban. Men...erobos jalur sepi, kembali menjenguk kesendirian hingga bosan pramuniaga menjajakan buah tangan. Dan terdiam saat abaaba telah tiada saat menginjak pintu awal. Berteriak dan hening, berotasi lagi dengan ufuk keheningan.

Medan, November 2010

Pernyataan sedih


.

Namun lelah acapkali bersanding keterbatasan. bertiarap keadaan luka. Merayap tiada kata, lalu lalang di belantara kesedihan. Aku masih lelah pada senang acap kali digoreng kelakarkelakar sampai renyah, dan menangis dalam bantingan gigi. Menjerit sedih hingga memutar syaraf hingga pusing. Inilah situasi... perihal aku yang selalu; tersenyum.

Medan, November 2010

Tersenyum dengan nestapa


.

hanya sesal, setidaknya guratan ceomohan mengikrarkan sepi datang dengan tenang. tapi, malah menggendong kesal itu. senyum pun berlari, kadang ngesot sambil menyapu langit. bidadarinya menyeruput kecewa, karena bintang juga disapu.

Dan mereka hanya terbahak, batu pun menjegal tak menyapa. biasalah, aku pun diam dan tersenyum. waktu itu bukan aku yang salah, malah dikorbankan. becekbecek yang digenangi riak tak kesampaian menjejali lubang kering itu.
hingga di sudut, awan menggelitik matahari sampai menangis lagi.

Medan, November 2010

Dadar telur gosong


.

Menggoseng pelicin, memercikkan api terus menerawang sendok dan mematahkannya tepat ditengah. Mengaduknya kembang, meratakan diwajan panas itu. Sedikit adonannya dihiasi mahkota berambang sampai pedasnya rawit. Renyahnya tak kesampaian, gosong melanda.

Medan, oktober 2010

Hatiku rusuh


.

ledakan ini yang menghancurkanku
tapi aku selalu hidup dengan darah
angin puting beliung itu pula yang melemparkan tubuhku
tapi aku selalu bernafas dengan hawa terindah

masih tersisa waktu luas di gurun pasir itu
gersangnya yang membawaku pada arti panas
sesejuk hawa pantai dengan laut cerah

kemanakah aku merintih
kemana aku harus berlari
terusik akan gigitan penghuni malam
sakit tertusuk sinaran bulan

biarkan ku berpikir  rusuh
seperti aku yang terhakimi
berteriak akan keadilan hidupku
berharap esok aku tersenyum bersama pagi indah

Oleh : Indah Prayodya Sihombing

Detik yang memuncak


.

kumulai detik detik, karena aku suka
mengawali alkisah deretan kepingan ini
sesekali  nada nada yang indah seperti kutakkan bisa
takkan pernah jauh, sepanjang hidup dan usiaku.

dalam kegundahan dan teriakan maut
aku selami kerusuhan itu, dan  karena ku sanggup
maka keraguan turut berkata, tinggalkan saja aku pada waktu.
tetapi hujan yang turun kemaren, seolah membanjiriku, dan akupun kembali.

tertatih aku akan kejujuranku ini
meski merindu setengah hidupku
seolah ingin menyudahi perih dalam kaleng hidup yang usam ini
kupeluk erat dekapan dan bisikan mereka, sahabat.
agar esok aku tak berhenti pada halte sepi

masih di sini berlafaz ya sudahlah
menghembuskan hawa nafas kesetiaan hidupku
seketika sujud dan doa,mengumpulkan kekuatanku
bertempur pada dengungan suara itu
sudahi segera bahaya ini.

Oleh : Indah Prayodya Sihombing

Selembar kertas suci


.

aku minta dan mohon pada waktu
untuk mengembalikan hidupku lampau
tapi dia masih saja hanya tersenyum
tak terusik dan tak sedih

kubiarkan pula petir itu berteriak di telingaku
seperti menembakkan peluru sakit dan perih
hanya ada selembar kertas yang suci
untuk kurakit dan kuukir hati ini

semenjak dan saat ini
kuingin serangkai nada menyanyikan untukku
lagu rangkaian angin angin malam
dan bulan akan bersuara merdu menggema

bagaimana lagi aku, dan bagaimana pula aku
tak terjerat dalam kebencian waktu
seperti aku melayang dalam kelamnya rasa
tak terhingga oleh kegagalan

Oleh : Indah Prayodya Sihombin

Satu wajah, sebuah nama


.

untuk sebuah wajah dan nama
riang menyapa mentari
kenangan lama tersudut dalam memori jiwa
teruntuk kata dan rasa
masih tersisa jutaan makna indah

kemarin dan sekarang
hanya ilalang yang gersang
hanya gunung yang memuncak letusan
hanya ada banyak bencana
tapi milyaran gudang kata
masih setia merindukan
merangkai makna

lebih indah lukisan alam
seindah wajah yang tertawa
tersenyum pada lautan nan anggun
berwajah rupa seperti dia

biarkan aku tetap duduk diam dengan waktu
menjunjung rindu yang menemaniku
hembuskan seutas kata
sebuah wajah dan nama

Oleh : Indah Prayodya Sihombing

Pasrah


.

terhimpit dalam sudut genggaman
lari jauh duduk bersila
menepikan ruang jiwa
menitip rasa hasrat menuai arah

kelamnya waktu tak mengusik detik
melewati ruasnya hari
kemana suara bisikan yang kemaren
masih lekat membawa roh bayangan cinta

sekuntum seutas jari menunjuk
melengketkan sanubari indah terbang melayang
seketika kereta melaju kencang
tak elok bila tertinggalkan

kubiarkan merana mengunjungi
kuletakkan perih menggerogoti
merasakan gelagat menghina kecewa
teruntuk surat yang datang tak bertuan

Oleh : Indah Prayodya Siohombing


Pejuang cinta


.

simponi mengajakku menyanyi indah
terlepas bebas berlari terhenti sang bintang
meraut kikisan langit, mengoyak letusan api
terindah untuk pelangi

rentetat kehangatan, menyanjung senyuman bulan
mencapai keagungan, melampaui puncak teduhan
corak terobek makna, jingga mengubah warna

ilalang berwarna hijau
duri mencuri perih
menghapus usapan masa
rupanya tak hilang mengendap

seperti rakit berbentuk apa
kekhusyukan membaca doa.
senandung cinta untuk anda.
si pejuang cinta.

Oleh : Indah Prayodya Sihombing