Archive for 01/07/11 - 01/08/11

Ikrarku untuk seorang wanita


.

*Untuk ibu dan gadis itu.

Tangan terlalu berat berlaku kasar pada wanita yg berpasal denganku. Sebab mereka kaum Ibuku, yang dengan meregang nyawa, menahan dahaga, bersimpuh darah menyempurnakanku ke dunia. Jika itu terjadi, Aku menyakiti Ibu.

Medan, Juli 2011

Jurus-an


.

Semua awan semu akan mengahantui segala kekeliruan angin yang berangin ke penjuru arah. Dengan jurus-an berusaha menjadi bayangan yg selalu setia mengikuti jalanmu, senantiasa menemani dan bernaung bersama dalam suasana yang anomali.
Medan, Juli 2011

Masih yang ber kerudung


.

Dan khayalan yang memajemukkan titianku sebagai hamba tak memudarkan rasa cinta yang berpola simetris bersujud alam kepada wanita berbalut kerudung itu.
Medan, Juli 2011

Semua mudah jika ingin.


.

Jika kau ingin, kita bisa saja merubah duri menjadi mawar, kita bisa menyulap banjir menjadi riak kecil yang berarak mengikuti lekuk batu, kita bisa menyulap amarah menjadi senyuman yang memikat hati.
Medan, Juli 2011

Bosan


.

Katakan pada rembulan, "aku sering bertingkah selayaknya matahari saat dia berkuasa". Sampaikan juga, "aku bosan dengan segala rutinitas".
Medan, Juli 2011

Detik mengusil, Aku masih menunggu


.

Untuk waktu, jangan usik aku dengan godaan detik-detik seksimu. Aku masih ingin berkutat pada kesendirian karena wanita solehah itu masih disana, belum menemukan secuil hatiku yang tlah lama menabalkan namanya.
Medan, Juli 2011

Sandi untuk; Gadis Indah


.

Untuk seorang dara di seberang pulau sana, Aku mengagumimu karena celotehan-celotehan riangmu ketika kecil dulu, ketika kita duduk di kursi kayu mengahadap papan hitam. Dan sekarang kau begitu anggun dengan rona solehah. Tapi, kurasa kau tak mengerti sandi rasa.
Seakan, cerita-cerita usang itu tak lebih hanya kotoran-kotoran luka yang bersemayam bersama waktu. Tanpa pamrih menyapaku hingga secara diam menancapkan belati pada satu; gadis indah.
Medan, Juli 2011

Masih dengan tulisan


.

paling tidak, aku masih bisa bercerita lewat tulisan-tulisan, walaupun masih bungkam untuk urusan percintaan. bagiku itu cukup, meski sekelebat cahaya buram menerkam dengan ribuan rintik-rintik kecemasan.
Medan, Juli 2011

Rindu


.

Aku rindu dengan semua yang tak pernah kupunya selama nafasku berhembus, rindu dengan amarah-amarah hidup, rindu dengan gunjingan, rindu dengan segala mara bahaya.
 Medan, Juli 2011

Malam kejam


.

Aku dirajam malam karena merindu pagi yg tak kunjung maju. Sedang kau, asyik selingkuh dengan petang dan rembulan.  Cepatlah surya berarak ke timur. Aku rindu parade burung perias fajar, rindu komposer dapur ibu, rindu sajian bubur itu, rindu masa kecil. Sungguh, Aku dirajam malam hingga mataku bingung memejam. Tega nian.

Medan, Juli 2011

Derita Pagi


.

Tak kusangka malam setega itu, dipaksa memandang embun sedari senja kemarin, sakit tak terperi. Perut sembilit ditekan angin, paruku tersedak menghirup sejuk pagi, sakit tak tertanggungkan. Tanpa dinyanya tersuruk kubangan riuh pasar, dendam menanggung beban pejam. Aku disiksa rembulan malam tadi, kelam merajam, bintang menantang. Kini, nisan tertncap lirih saat pagi.

Medan, 25 Juni 2011

Tak sedih


.

Aku susah menyatakan nasib yang berhambur kacau dengan kesedihan karena; aku periang.
 Medan, Juni 2011

Ntah apa


.

Kau menjelma kupu-kupu hitam di sabana sana. Lekuknya tak seindah pelangi di balik rintik hujan senja tadi.
 Medan, Juni 2011

Hiburan untuk kekasih


.

Jangan menangis kasih, aku akan membawamu melewati dingin ini. kita cari kehangatan di lembah kasih di ujung sana, lewat sebuah imajinasi. kita akan bermimpi seperti dulu, saat kecil bercita.
 Medan, Juni 2011