Setelah kau ajak aku menikam matahari, apalagi yg kan kau buat besok denganku? Menggelitiki bulan supaya tak benderang? Atau kita menghajar bintang biar tak gemintang? Malamku remuk, jantungku ancang-ancang berhenti dan kau masih saja tertawa. Aku ragu untuk jemu, karena ada barisan riang. Aku malu melarang tawamu, karena aku benar-benar peragu. Kata-kata diamku tak kau dengar, renyah tawamu masih saja berdendang. Dan akupun meleburkan gelengan dngan sandi wajah; kau terbahak.
Medan, September 2011
This entry was posted on Selasa, 04 Oktober 2011 . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can skip to the end and leave a response.