Archive for 2010
Kenangan
undefined. undefined

Dirimu
undefined. undefined
kebenaranku adalah pernah mincintaimu
kisah singkat diriku dan dirimu
adalah hal terbaik didunia ini

AKU
undefined. undefined
aku ingin mendaki idealisme, bercengkrama dengan badai, bersorai dengan peluh, berjenaka dengan ceomohan, mengelitiki tirani hidup,

Pesan (Soe Hok Gie)
undefined. undefined
Hari ini aku lihat kembali
Wajah-wajah halus yang keras
Yang berbicara tentang kemerdekaaan
...Dan demokrasi
Dan bercita-cita
Menggulingkan tiran

Sebuah Tanya (soe hok gie)
undefined. undefined
Akhirnya semua akan tiba pada pada suatu hari yang biasa
pada suatu ketika yang telah lama kita ketahui.
Apakah kau masih berbicara selembut dahulu
...memintaku minum susu dan tidur yang lelap?
sambil membenarkan letak leher kemejaku.
(kabut tipis pun turun pelan-pelan di lembah kasih, kenbah Mandalawangi.
kau dan aku tegak berdiri melihat hutan-hutan yang menjadi suram
meresapi belaian angin yang menjadi dingin)

Puisi ( Soe Hok Gie)
undefined. undefined
Ada orang yang menghabiskan waktunya berziarah ke Mekah.
Ada orang yang menghabiskan waktunya berjudi di Miraza.
Tapi, aku ingin habiskan waktuku di sisimu, sayangku. Bicara tentang anjing-anjing kita yang nakal dan lucu
Atau tentang bunga-bunga yang
manis di lembah Mendalawangi.
Ada serdadu-serdadu Amerika yang mati kena bom di Danang.
Ada bayi-bayi yang mati lapar di Biafra.
Tapi aku ingin mati di sisimu, manisku.
...Setelah kita bosan hidup dan terus bertanya-tanya.

mandalawangi - pangrango ( Soe Hok Gie)
undefined. undefined
Senja ini, ketika matahari turun kedalam jurang2mu
aku datang kembali
kedalam ribaanmu, dalam sepimu dan dalam dinginmu
walaupun setiap orang berbicara tentang manfaat dan guna

Doa TKI untuk Tikus Safari
undefined. undefined
Mereka di seberang sana, meraung, menangis, menjerit, merintih, mendengus ketika kita bersahaja dengan rekontruksi kegagapan

Sebenarnya, "aku rindu"
undefined. undefined
Meraung dari jeruji kesabaran. Tak terlepas, beban mengunci hingga terkurung. Pedati tak hengkang, karena belati menancap tajam diroda angin. Padahal, dua pekan lalu riang berkecamuk hebat.
"Bukan aku tak bertanggung jawab, namun masalah berdebat hebat."
...
Lusa aku menjenguk karena kobaran dendam kan kupadamkan.
Sri bilah sore, 9 Desember 2010

Agitasi malam
undefined. undefined
Wahai malam, ceritakan padaku tentang merintiknya hujan sejak petangh Diktekan padaku tentang kelam, dongengkan aku tentang gerimis dipenghujung malam, marahi aku dengan meriang di penghantar malam.
Aek kanopan, 7 desember 2010

Musim Hujan
undefined. undefined
Untuk pecinta malam
Sejak kemarin, senandung gemuruh mendayudayu riuh di bahana. Menentang uap dari daratan, seakan bersumpah lalu irama rintik perkusi bersimphony hujan dari awan sana. Ini hujan di desember, bukan kelabu. Karena november menangis dengan jargon november rain.
Aek kanopan, 7 desember 2010

Erosi rasa
undefined. undefined
Katakan kepada sungai, "muara tlah penuh erosi karna tingkah mereka". Namun surutnya perasaan mendangkalkan imajinasi pikiran sesaat aku terjebur dimuara.
Pacul cadas tak tega menderma tenaga menggali asa dimuara karena erosi rasa di sungai asumsi.
Aek kanopan, 6 desember 2010

Musim Hujan
undefined. undefined
Untuk Pecinta malam
Sejak kemarin, senandung gemuruh mendayudayu riuh di bahana. Menentang uap dari daratan, seakan bersumpah lalu irama rintik perkusi bersimphony hujan dari awan sana. Ini hujan di desember, bukan kelabu. Karena november menangis dengan jargon november rain.Sejak kemarin, senandung gemuruhmendayudayu riuh di bahana. Menentang uap dari daratan, seakan bersumpah lalu irama rintik perkusi bersimphony hujan dari awan sana. Ini hujan di desember, bukan kelabu. Karena november menangis dengan jargon november rain.
Aek kanopan, 7 desember 2010

Mengintai Sosok
undefined. undefined
Menggelayut lalu hanyut dalam metafora rasa. Tertegun sosok idealis yang bersemayam lembut dalam kalbu. Aku tetap memanjat agar lebih luas mengintai kepribadianmu. Tapi cahaya menyilaukan rangsangan syaraf. Terlihat putih ketika itu sampai sekarang, ntah esok dan lusa karena aku tak menerkanerka.
Sri bilah utama, 22 November 2010

Senja di St. Membang muda
undefined. undefined
Karena semalaman aku bercengkrama dengan kebisuan, sesaat itu kita bertemu. Hempasan daun pintu pun tak terelakkan di samping dipan rumahmu. Aku kau suguhkan kopi sachset lalu teronggok melawan sepi.
Esoknya, semenjak sadar dalam kegalauan malam, aku tak menemukan sepenggal katakatamu dibalik s...elular ini. Hingga terburai ilalang layu di jeruji papan.
Lalu berbahasa santun dengan tarian jemari, aku menghantarkan luka santun dari balasan surat elektronikmu.
Sesaat aku di stasiun kereta membang muda senja ini.
Aek kanopan - St. Membang Muda, 22 November 2010

Mantra untukmu
undefined. undefined
Kan ku bacakan mantramantra dan menabur dupa dipanggangan bara agar kau senang malam ini. Lalu kupanjatkan doadoa biar kau kekal di alam sana. Berjibaku dengan dingin. Lalu guyonan katakata kemarin kau masukkan dalam peti ingatan, dan kau bungkus dengan ariari yg enggan tersayat belati.
Aek kanopan, November 2010
*Sumut pos 30 oktober 2011

Aku dan Mimpi
undefined. undefined
Menyeruput amarah fajar, lalu terhibur gurauan badan. Aku ternyenyak dongeng yang kau bacakan sebelum tidur, dengan gurau, senyum, cengkok merdumu lalu aku tertidur dan mimpi bersamamu mengayuh sampan dilaut asmara. Kita mendikte alam perasaan lalu memandikannya dengan bunga asa, membelai kasur agar empuk... selamanya mengalasi mimpi. Terjaga tidurku ketika embun menghujani maya, bangun lalu melanjuti mimpi-mimpi yang masih denganmu. Basah dengan adonan asa yang tak masak menjadi rasa. Namun tetap saja malam menghadiahiku mimpi itu. Lalu, kau bersahaja di seberang nusa sana saat aku meneriakimu lewat selular itu. Sebenarnya ingin kukatakan saat itu tentang gulana dan mimpi yang menyerangku belakangan, lalu karena agresi asmara itu aku tertembak peluru cinta. Aku masih ternyenyak ketika kita tetap dekat sebagaimana karib.
Medan, November 2010

Wajah wanita
undefined. undefined
kau membingkai luka dengan kereta usang dan memercikkan air ke raut wajah lalu bersujud dihadapan-Nya. dan aku kagum. itu saja tentangmu, tak lebih.
Medan, November 2010

Rotasi duka
undefined. undefined
Ketika itu, kau menjenguk kesendirian lalu menetap dengan jengah sampai prestasi tak menoleh sapaan halus kita. Ini dogma dari keseragaman peradilan alam, enggan bermediasi waktu, detik jam marathon sampai lelah mengitari angka, berhenti saat status quo. Genting tak beraturan mengantri diloket peradaban. Men...erobos jalur sepi, kembali menjenguk kesendirian hingga bosan pramuniaga menjajakan buah tangan. Dan terdiam saat abaaba telah tiada saat menginjak pintu awal. Berteriak dan hening, berotasi lagi dengan ufuk keheningan.
Medan, November 2010

Pernyataan sedih
undefined. undefined
Namun lelah acapkali bersanding keterbatasan. bertiarap keadaan luka. Merayap tiada kata, lalu lalang di belantara kesedihan. Aku masih lelah pada senang acap kali digoreng kelakarkelakar sampai renyah, dan menangis dalam bantingan gigi. Menjerit sedih hingga memutar syaraf hingga pusing. Inilah situasi... perihal aku yang selalu; tersenyum.
Medan, November 2010

Tersenyum dengan nestapa
undefined. undefined
hanya sesal, setidaknya guratan ceomohan mengikrarkan sepi datang dengan tenang. tapi, malah menggendong kesal itu. senyum pun berlari, kadang ngesot sambil menyapu langit. bidadarinya menyeruput kecewa, karena bintang juga disapu.
Dan mereka hanya terbahak, batu pun menjegal tak menyapa. biasalah, aku pun diam dan tersenyum. waktu itu bukan aku yang salah, malah dikorbankan. becekbecek yang digenangi riak tak kesampaian menjejali lubang kering itu.
hingga di sudut, awan menggelitik matahari sampai menangis lagi.
Medan, November 2010

Dadar telur gosong
undefined. undefined
Menggoseng pelicin, memercikkan api terus menerawang sendok dan mematahkannya tepat ditengah. Mengaduknya kembang, meratakan diwajan panas itu. Sedikit adonannya dihiasi mahkota berambang sampai pedasnya rawit. Renyahnya tak kesampaian, gosong melanda.
Medan, oktober 2010

Hatiku rusuh
undefined. undefined
tapi aku selalu hidup dengan darah
angin puting beliung itu pula yang melemparkan tubuhku
tapi aku selalu bernafas dengan hawa terindah
masih tersisa waktu luas di gurun pasir itu
gersangnya yang membawaku pada arti panas
sesejuk hawa pantai dengan laut cerah
kemanakah aku merintih
kemana aku harus berlari
terusik akan gigitan penghuni malam
sakit tertusuk sinaran bulan
biarkan ku berpikir rusuh
seperti aku yang terhakimi
berteriak akan keadilan hidupku
berharap esok aku tersenyum bersama pagi indah
Oleh : Indah Prayodya Sihombing

Detik yang memuncak
undefined. undefined

Selembar kertas suci
undefined. undefined

Satu wajah, sebuah nama
undefined. undefined

Pasrah
undefined. undefined

Pejuang cinta
undefined. undefined

Mengubur duka
undefined. undefined

Kala rintik pagi di Medan
undefined. undefined

Dilema Cerita
undefined. undefined

Minder
undefined. undefined

Gugatan
undefined. undefined

Senyuman pagi
undefined. undefined

Bandang
undefined. undefined

Maghrib di Atap Seng
undefined. undefined

Coretan Indah II: Selembar Kertas Suci
undefined. undefined
Sepertinya sedang bermediasi dengan keadaan nih?
ungkapan keadaan yang melewati mediasi waktu.
Lalu, terpekur dengan suramnya. Tak berniat mensiasatinya kemudian merengkuh ilham dari jeritanjeritan keadaan.
cuma berdiam saja terpaku,terpejam mata tak ingin melihat keadaan suram itu.namun telingaku tatkala mengusik dan mendengrkn degungan perih itu.
Lalu naif dengan kebahagiaan yg direngkuh akan datang. Dan temaramkan duka nestapa lalu, mungkinkan belajar itu terus riang bersandar di esok lewat mawar yang terangkai dalam pot hidrofonik di loteng perasaan.
semoga saja..harapan tu tak pernah tenggelam dalam waktu.
kulontarkan dan kubuang selalu bersama keadaan ini.
mgkn tangkai mawar ataupun kelopaknya,.
meski tak seharum dirinya,.tapi aq masih mampu menjaganya.
Soleklah harumnya, senantiasa luluh dengan cendramata penyair jalanan beruparupa coretan untuk "indah yang rupawan." Lukislah perspektif malam dengan kuas warnamu, bukan warnanya dia (penghujam perasaan).
Dan ria kelak menyandingmu hingga selesai mendikte dunia.
sampai waktu berdetak semakin pelan,.penyair jalanan itu terus saja menyoret nyoret kerak bumi,.semakin dan sampai kelak nanti.
lukisan itupun selayaknya berwarna indah.elok dipajang mata.
pendiktean itupun pasti menyambutku bahagia,
Dan terkaman alpa akan diri-Nya kian gerogoti lukisan dan coretan indah. Munajatkan syukur ketika suka duka berlalu. Selalu percikkan rupamu dengan air kidung, sujudlah malam dengan dahimu, sisihkan koinkoin pada bakul diseberbng sana, dan indah akan tetap indah.

Ketika itu sampai sekarang
undefined. undefined
aku menemukanmu ketika secuil potongan bolu terlempar hanyut dilelehan lilinlilin saat perayaan ntah apa waktu itu. sesegera mungkin aku menjabatmu lalu berdialog kala itu. hingga terukir namamu dalam bait doa yang terbaikan. ketika itu juga, aku bergurau karena aku emang penggurau kehidupan. tapi, bukan penggurau perasaan seperti orang bilang.
saat itu juga, aku belajar mengukir namamu dalam paru hingga aku tersesak dan rapuh saat namamu mengaung. aku juga mengejarmu waktu kau meninggalkan landasan pacu lalu terbang menghilang dalam kabin.
terseok hingga akal menghilang seiring sayap terbang. sesaat setelah
itu, aku tak menemukan suaramu dibalik layar putih dan sayup selularku.
muncul, lalu mengembang dengan sesaat merangkul rangkulanmu. bingar lalu
gusar. angan bergandeng asa memupuk rasa lalu tumbuh dengan buah
perasaan yang akan segera dipanen.
Medan, Oktober 2010

Tetap kecil karena ceomohan
undefined. undefined
aku pun binasa saat semua mudah mengendalikan hujan, aku tetap terhujani amarah, terseok gundah lalu mengakhirinya dengan payung dan berjalan. menyeret percikan ceomohan, mengurangi beban di senja, menyentuh malam lalu pulas, bangun dan meneriaki keadaan dengan asahan gelisah. berlabuh di dermaga batu dan tetap terhujani kelakarkelakar malu.

Komentar untukmu
undefined. undefined
meneriaki amandemen perasaan
lalu terbuang oleh puting beliung.
Serak kontropersi keadaan dari parau bulan,
agar kau tetap indah disunting peradaban fajar

Aku
undefined. undefined
Medan, Oktober 2010

Bisa marah
undefined. undefined
Medan, Oktober 2010

Orasi kopi
undefined. undefined
Medan, Oktober 2010

mungkin selesai
undefined. undefined
Medan, Oktober 2010

Coretan Indah
undefined. undefined
"Kuberikan semua beban ini pada hujan yang akan datang sebentar lagi.
Berharap hujan memberikan anugerah pelangi setelah itu.amien"
hempaskan hujan pada waduk-waduk agar kita berjenaka lalu tertawa menonton parodi hidup dipanggung bumi ; berjudul "masalah".
baiklah, sekuat petir dan misteri hujan dihari ini. aku tak mmpu ikut dalam kejenakaan itu, namun hanya mampu menyaksikan dramadrama panggung yang penuh dengan masalah. ntah dan kapan aku bisa seperti pelakupelaku itu.
masih ragu, padahal pelaku itu ikutimu dan mendramakan masalahmu yang naskahnya tlah diskenariokan panggung kemarin. lalu hanya melabelkan tontonan itu dengan masalah, jadikannya pantomim agar girang dengan ganasnya memakan konsentrasi. bicaralah dengan pati di layar selularmu," sampaikan bahwa kau terbebani".
aku tak pernah menoleh padanya. aku hanya melihat sebuah gumpalan rekayasa skenario. gak seperti kenyataan yang aku tulis pada malam bersama bulan. seperti aku terpatung di depan pantomim yg msh terus mendramakan hidupku. semoga udara yg kuhirup kan keluar membawa konsentrasi ini pada layar selulerku,.sampai aku mendapatkan sinyal jawaban yang melukiskan senyumku kembali. seperti dulu.
tolehan ragu lalu melihat konsep rekayasanya. pantomim berazaskan manfaat dengan dramamu, hingga diammu dikumpulkannya. asa konsentrasi bernaung diperasaan yang membatu bersama deretan tanda senyum, hingga aku bingung bersama tulisan.
ntah apa yang membuat rekayasa itu. aku tak sangka dan tak mampu mencoretnya.kemanfaat itu bersembunyi dalam sebuah rangkaian lagu terindah, sehingga aku tak sanggup berperasaan. senyumku akan membentengi kegelisahan perihku. dan hnya tulisan yang kan menguras semua asa pilu ini.
Masih juga dia bersembunyi dibalik lagu, padahal esok tlah indah seperti indah aslinya. silatar berasal kayu dan layar itu tempatmu bersanding mencoret asa.
tak mampu aku bertindak seperti itu, aku telah nyata dalam asa. hanya berharap jiwaku kan dibawa oleh lagu indah itu.
masih tetap termangu pada halte asa. Lihat, kendaraan hilir mudik menawarimu, hingga itu mengajakmu menyatu. Lalu berkomposer atau hanya mendendangkan tanpa birama pasti?

Perang dengan waktu
undefined. undefined

Rokok, kopi dan tulisan.
undefined. undefined

kau, aku dan keting
undefined. undefined
I
Kau dipersunting keting. Aku sibuk dengan taktik kering. Pusing tujuh keliling.
Sebulan lalu, buka bersama saat senja mengusai.
telat sampai malu, melihat rona merahmu.
Meneguk mineral, lalu mengaliri kamar mandi.
Sejak itu aku mengerti hati, memahat jenismu dibalik materi.
Kau menguncang jantung.
membangun parodi bila terjadi.
II
Kau dipersunting keting. Aku sibuk dengan taktik kering. Pusing tujuh keliling.
sepekan setelah itu, melepasmu dilandasan pacu.
memandang lalu mengumandang dalam hati kata-kata itu.
Masih gagu dengan nasi sagu.
Aku diam lalu berlalu, kau tersenyum saat itu.
Kau menguncang jantung.
Mulai canggung padahal bingung.
III
Kau dipersunting keting. Aku sibuk dengan taktik kering. Pusing tujuh keliling.
Kemarin, menyuratimu.
Melek sampai pagi, menyahuti ayam,
menulis, membaca, untuk balasanmu.
Ketika itu aku sayu melihat rangkulanmu.
Kau menguncang jantung.
Mengulur benang merah kita.
IV
Kau dipersunting keting. Aku sibuk dengan taktik kering. Pusing tujuh keliling. Belakangn ini, risau tlah berkemilau. Hingar bingar dengan senang, rangkulmu terlepas.
Kau mengguncang jantung.
Aku bersiap malu.

masih tentang cinta
undefined. undefined
Lalu hanyut oleh riak angan, terjerembab dibatu perasaan sampai sesak membisu.
Kau pun terbelalak tak mengerti, padahal aku menghujanimu perasaan sejak bangku sekolahan itu. Hampir terungkap lewat rekontruksi.

jerit kepastian
undefined. undefined
Teriaki malam mengusung kelam, pagi tenggelam seram dibarat sana. Terapan teman miring, lurus sampai polos. Aku turun lalu tenggelam seperti bulan. Tempahkan aku kepastian.

masalah mudah
undefined. undefined
Berbaris deret menginjak aturan pramuka, terjatah pukulan hingga ludah kental sampai banjir muka ini. Diarak sembilu, tisu basah membasuh semuanya. Lalu sumringah karena menang.
Bergumam, "itukah masalah".

teringat lalu
undefined. undefined
Demikianlah, tlah kututurkan semua gundah dengan aksara yg tak kunjung mereda karena nyalanya terang hingga malam tetap terang. Lalu kau diam menarik selentingan bahasa terus mengkaitkaitkannya dengan kejadiakejadian kemarin selanjutnya kau rangkai amarah tapi tetap lahir iba.
Kuduga, aku binasa.

lalu, aku cinta
undefined. undefined
Ini lirih tentang rasa, terbang menyentuh ufuk malam. Bernadi sembah lalu mistikus khayal. Belakangan ku kenal kata semedi. Bermandi rupa wangi, lalu aku tergolek membaca mantra untuk dirimu dikasur tanah yg tak rapi. Baru ku jabat asa, berupa kembang nyata lalu tiada saat meraba. Lantas kucium nyata, hingga dahi berkerut aku masih berkarib.
Aku bergelayut mengeja langit, bintang mendikte bait.
Sesaat aku pamit.

penunggu
undefined. undefined
Aku bonekaboneka malam, sendiri dibilik ini. Menjaga waktu pulas, hingga tetap pulas. Kusam dimakan zaman, lalu aku menunggu makam. Ingatan tak bernaung dalam alam, alam nyata para penunggu masa.

tragedi pagi
undefined. undefined
Mengangkangi tapal, tersungkur. Menerjal trotoar, terpleset hingga merah merekah lalu tumpah, dibalut tanah.
Hingga misteri alpa, tragedi menjadi.

terjaga
undefined. undefined
Genit kurasa sinar, menggelitiki mata dari celah. Mentel sang embun, mencubit dingin mengejar selimut. Riang kudengar ayam berkejar biji melawan burung.
Lalu, aku apa?

tujuanku
undefined. undefined
Menghardikmu kekota itu, mengayuh kenangan lampau. Menyuarakan lagu tanpa syair, dihujani sore tanpa ampun.
Menghardikmu ke kota itu, menyunting pinus untk hangat ketika dingin menikammu diakhir.
Menghardikmu kekota itu, tujuanku.

kopi tunggal
undefined. undefined
Mengaduk butiran putih, sampai pekatnya keling. Beralas beling, aku pangling kelamnya.
Ini cocok diadon celotehan politik, dialog prolog, hingga cerita mati.
Tegukannya tunggal.
Hanya ada monolog bintang, parade nyamuk, tetesan bening adonannya.

simpanan rasa
undefined. undefined
Tak sempat ku rengkuh detik, menit menggendong pundak. Tertawan hitungan jam, waktu aku kecil sampai kemarin masih kusimpan dilaci hati.
Tak sempat ku jitak hari, pekan menyandera kata. Terasing dalam bulan, waktu aku dewasa kuncinya tumpat disumpal cepat.

Berhenti jelajah
undefined. undefined
Menarik perahu dengan taring, minum asinan laut berloki-loki terus gembung.
Aku karang namun pasir, berubah jadi pelabuhan ratu.
Menarik perahu dengan taring, kering Pasang petang datang.
tanpa lilin, namun purnama.
indah panorama terang.
taringku patah, punahkan marwah.
kuhabiskan telusur.

belajar
undefined. undefined
lalu aku cari guru untuk mengajarkanku tentang ironi, berseloro keajaiban mematri bintang agar kelipnya binasa dan mampu mampu menghabiskan rodi disistem pendidik.

marah kekasih
undefined. undefined
kekasihku menari sepi sejak tadi, mengibaskan cambuk hitamnya. sampai hening, ia masih juga menari. Lalu aku sendiri lari sembari mengejar biri.

peserta malam
undefined. undefined
Ingin kutelusuri malam dengan langkah gontai, rehat disudut kota, mendadar aspal dengan tepung masalah dan menyingkirkan malu karena tak beralas.
mendengkur disamping kasur, lalu memetakannya menjadi atlas biar bisa kau tunjuk aku saat nyenyak mendongeng.

jemuran kain dan padi
undefined. undefined
tlah jingga peraduan senja deretan-deretan kawat besi penopang tumpukan benang mengeluh kaku karena terpaan angin tak terhitung baromoter, lalu memdobrak pohon tua di depan taman kota sampai menggusur rangrang yang mengerang karena telur etasnya kurang. sebaliknya, dibilik aur sana paman petani berpeluh karena emprit jalang
sibuk mematuk padi yang masih menengang karena mudanya, padahal kopi dan
mendoan panas tlah tersaji sejak matahari dipuncak.

ketinggalan
undefined. undefined
aku dikunjungi masalah kasmaran yang mengendarai keledai dari seberang nusa sana, pencetak nuansa anggun. ingin berdiri dengan sandaran air dan basah, lalu terbangun karena mungkin ini impian saja, atau guratan ketakutan hilangnya pesona kerudungmu dan aku menonton ketoprak yang pemerannya aku sendiri tanpa hiruk pikuk dialog. tersenyum gundah menjejali dini hari sampai sore ini, lalu aku mengasumsikannya sebagai keterpurukan lisan yang tak sempat terucap karena terlalu merancang taktik untuk merenggut kesendirianmu lalu tertinggal di garis awal saat dia sudah naik di podium status hubungan dan kau mengalunginya lebih dari karib sampai menyentuh kabel intim. bagaimana aku?
hanya bisa menyelam di kali ragu, berhilir sampai kemuara putus asa, selanjutnya mentahlukkan putus asa agar aku seperti gletser. sampai temaram pun kan ku jejaki sabana, memanjat pohon sejenis, lalu berlari berlari karena dikejar terkaman maut melata sampai aku mampu mendaki bukit penantian, dengan tenang duduk bersila layaknya para petapa genit sembari berkhayal
kau hadir mendongakkan kepalaku lalu menegangkan persendian matamu dan
memompa keras deguban jantung.
"aku masih menunggu"

Cemburu
undefined. undefined

senda gurau mendung
undefined. undefined

Nyaris sesat
undefined. undefined

Nasib kasur
undefined. undefined

Coretan dari "Hujan malam"
undefined. undefined
belakangan ini, malam mulai menggerutu pada mimpi dan mengganggu langit sampai menangis sedu sedan. apakah ini gelagat akhir? atau rupanya saja yang tak menarik, hingga malam jadi begini?
Juliana Hasibuan :
berhenti jahil, senyum bintang menjadi awalnya.
Faisal Fariz :
lihatlah, gelagatnya dengan muram itu.
Juliana Hasibuan :
cengkraman langit hitam muncul lagi selaras dengan jatuhnya sang mega hujan.
dingin sekali menyusup sukma
aku gentar ; selimuti aku.
Faisal Fariz :
namun aku kesal, tak menghadiahimu selimut kepercayaan diri agar gentar tak mengikutimu saat dingin kau bergandeng tangan dengan dingin.
Juliana Hasibuan :
rasakan rasukan semangat mentari dan kita akan berdiri.
Faisal Fariz :
Juliana Hasibuan :
Faisal Fariz :
Juliana Hasibuan :
Faisal Fariz :
Juliana Hasibuan :
Faisal Fariz :
Juliana Hasibuan :
Faisal Fariz :

jadi apa?
undefined. undefined

Gurau
undefined. undefined

hujan malam
undefined. undefined
belakangan ini, malam mulai menggerutu pada mimpi dan mengganggu langit sampai menangis sedu sedan. apakah ini gelagat akhir? atau rupanya saja yang tak menarik, hingga malam jadi begini?

Memulai
undefined. undefined
langkahkan ketika itu juga. ketika para pemuda tlah lumpuh untuk urusan kebenaran, ketika mereka lupa akan kehidupan, ketika mereka lalai dalam tugas alam, ketika mereka lengah dengan ingatan sang pencipta, ketika mereka tertidur saat matahari tersenyum.
dan ketika kita mulai berprasangka putih pada malam.

Menagih janji
undefined. undefined
para kolektor menagih hutang penegak disiplin di seberang sana, dengan loyalitas dan dedikasi tinggi untuk melahirkan amalan yang hakiki.

Bank perasaan
undefined. undefined
sebenarnya, aku ingin menggandakan rasa lalu mengkreditkannya seperti lintah darat dengan suku bunga yang tinggi. esoknya, menagih cicilannya per bulan. lalu, mulai mengembangkannya menjadi koperasi dan berjuang membuatnya seperti bank untuk menampung seluruh perasaan dengan sistem simpan pinjam. dan berpikir untuk mendepositokannya ke bank lain agar aku dilabelin ;pemain hati.

Masalah
undefined. undefined

Tentang hujan
undefined. undefined
aku masih ragu, ketika awan menjejali matahari agar menangis lalu membasahi buana yang meneruskan tangisnya menjadi asin disamudera sana.
inikah suratan alam?
tega nian awan. padahal langit tlah memutihkan raganya, tetapi tetap saja hitamnya menyala.
inikah peradaban usang?
komet tlah berlari melukis angkasa menjadi garis horizontal, kadang vertikal dengan kuas roketnya.

ironi hidup
undefined. undefined
diam, menangis, tertawa, berkelakar tiada henti.
saling mengejar, berlari, hingga terjatuh saling menimpali, dengan paradoksnya, degan sedu sedannya, dengan terkekeh-kekehnya. padahal satu diantaranya punya kuasa untuk menabuh genderang tak saling menggubris.

Kelabu
undefined. undefined
bukan hanya itu, sekelumit rasa menjadi segerombolan asa bernaung hingga berpesta pora dengan panggangan-panggangan emosi karena kau tak mengganjalku dengan pasal-pasal hingga aku terbebas dari tuntutan perasaan yang memvonisku mati. asa tak pergi juga, ketika petugas satuan pamong menggusurnya untuk kesekian kalinya. padahal atap-atap mereka tlah rubuh diterjang.

tentang ragu
undefined. undefined
aku masih ragu, ketika awan menjejali matahari agar menangis lalu membasahi buana yang meneruskan tangisnya menjadi asin disamudera sana.
inikah suratan alam?
tega nian awan. padahal langit tlah memutihkan raganya, tetapi tetap saja hitamnya menyala.
inikah peradaban usang?
komet tlah berlari melukis angkasa menjadi garis horizontal, kadang vertikal dengan kuas roketnya.

Minta maaf
undefined. undefined
Ini, aku hadiahkan kepadamu sekuntum mawar agar kau tak mencium bau busuk kala lewat menelusuri labirin hatiku. aku akan menyelam di waduk introfeksi diri agar aku bisa bersih dari busuknya pikiran. dan aku juga akan berwudhu agar rona wajahku tak sebengis penikam malam.

Grogi
undefined. undefined
padahal, takaran imajinasi tlah sesuai dengan gelas dunia. ironinya, kegagapan lebih sering bernaung dalam tong pikiran dan membangun megah gedung penginapannya dengan arsitektur minimalis, sampai rubuh pondasi keyakinan karena hutan perasaan telah gundul tanpa reboisasi.

Tentang mimpi
undefined. undefined
mulai lihai berjalan saat puncak kelam, mengukur panjang trotoar asa sampai hinggap di halte penantian. kebijakan tragedi lahir lewat jalan sesempit mimpi yang mengundang decap kagumnya. perancangannya saat lamunan bernuansa erotis panggung musyawarah dengan bantal dan kasurmu ; hingga terlelap.
alhasil, asa suka akan hadir ke alam nyata.

lari karena mendung
undefined. undefined
lihatlah,
kereta tak berpenumpang itu melaju dengan mesin angin.
sedang kita, masih saja bergurau dengan air yang akan menyambutnya dengan suara gurindam yang tak bersajak.

mengusir lengah
undefined. undefined
lengah, enyah kau dari singgasanaku.
aku ingin menghajarmu di ring kehidupan, memukulmu dengan sarung optimis.
hingga pikiran buyar tak acap kali hadir dan nyeleneh denganmu ; lengah.

Refleksi
undefined. undefined
ingin menelaah ribuan perkataan
dibalik sunggingan senyum
yang membumbung di bendungan pertapaan parahyangan.

Tanda gambar
undefined. undefined
Miniatur kehidupan mulai terhias di alam maya,
festivalnya pun digelar
dengan tanda gambar di sudut album itu.

Hujan malam
undefined. undefined
Kini,
air pun mulai bersanding dengan kelamnya malam.
Hingga guyurannya berkomposer rintik menabuh perkusi atap.

Parade nyamuk
undefined. undefined
Sekumpulan binatang itu berparade hitam saat kelam.
Layaknya marchingbang, sengatannya bernada tinggi, tabuhan perkusinya memerahkan kulit.
Tak mau kalah lagi, gigitannya unjuk gelar berbaris merah dilapangan kulit ari seakan field comandernya mengomandoi barisannya.

ritual
undefined. undefined
bernuansa konspirasi agama
dengan sedikit dokumentasi praktis
yang dijajal lewat ritual inagurasi malam tadi.
bersenandung dengan cahaya lilin, yang mungkin tak akrab dengan anutanku.

tak biasa
undefined. undefined
Sesaat yang lalu,
gemuruh kelam menyesakkan semedi penanti.
Kala pagi disongsong fajar,
ayam pun pulas dengan tidurnya kemarin ; seakan lupa lagu lamanya.
